Ketika Utsman
bin Affan mengerahkan pasukan melawan manuver-manuver Romawi, komandan
diserahkan kepada Hubaib bin Maslamah al-Fikir. Istri Hubaib termasuk pasukan
yang akan berangkat perang. Sebelum perang dimulai, Hubaib memeriksa kesiapan
pasukan. Tiba-tiba istrinya bertanya, "Di mana saya menjumpai Anda ketika
perang sedang berkecamuk?"
Dia menjawab, "Di kemah komandan Romawi atau di surga."
Ketika perang sedang berkecamuk, Hubaib berperang dengan penuh keberanian sampai mendapatkan kemenangan. Segera dia menuju ke kemah komandan Romawi menunggui istrinya. Yang menakjubkan, saat Hubaib sampai ke tenda itu, dia mendapatkan istrinya sudah mendahuluinya. Allahu Akbar.
Dia menjawab, "Di kemah komandan Romawi atau di surga."
Ketika perang sedang berkecamuk, Hubaib berperang dengan penuh keberanian sampai mendapatkan kemenangan. Segera dia menuju ke kemah komandan Romawi menunggui istrinya. Yang menakjubkan, saat Hubaib sampai ke tenda itu, dia mendapatkan istrinya sudah mendahuluinya. Allahu Akbar.
Pada masa
Dinasti Abbasiyah yang dipimipin oleh Harun al-Rasyid, ada seorang Muslimah disandera
oleh tentara Romawi. Maka, seorang ulama bernama Al-Manshur bin Ammar mendorong
umat Islam untuk berjihad di dekat istana Harun al-Rasyid dan dia pun
menyaksikan ceramahnya. Tiba–tiba ada kiriman bungkusan disertai dengan surat. Surat itu lalu dibuka dan dibaca oleh ulama
tadi dan ternyata berasal dari seorang perempuan dan berbunyi, "Aku
mendengar tentara Romawi melecehkan wanita Muslimah dan engkau mendorong umat
Islam untuk berjihad, maka aku persembahkan yang paling berharga dalam diriku.
Yaitu, seuntai rambutku yang aku kirimkan dalam bungkusan itu. Dan, aku memohon
agar rambut itu dijadikan tali penarik kuda di jalan Allah agar aku dapat
nantinya dilihat Allah dan mendapatkan rahmatnya." Maka, ulama itu
menangis dan seluruh hadirin ikut menangis. Harun al-Rasyid kemudian memutuskan
mengirim pasukan untuk membebaskan wanita Muslimah yang disandera itu.
Seorang istri
Shaleh bin Yahya ditinggal suaminya dan hidup bersama dua anaknya. Ia mendidik
anak-anaknya dengan ibadah dan qiyamul lail (shalat malam). Ketika anak-anaknya
semakin besar, dia berkata, "Anak-anakku, mulai malam ini tidak boleh satu
malam pun yang terlewat di rumah ini tanpa ada yang shalat qiyamullail."
"Apa maksud
ibu?" tanya mereka.
Ibu menjawab,
"Begini, kita bagi malam menjadi tiga dan kita masing-masing mendapat
bagian sepertiga. Kalian berdua, dua pertiga, dan saya sepertiga yang terakhir.
Ketika waktu sudah mendekati subuh, saya akan bangunkan kalian."
Ternyata
kebiasan ini berlanjut sampai ibu mereka meninggal. Dan amalan itu tetap
dilanjutkan oleh dua anak itu karena mereka sudah merasakan nikmatnya
qiyamullalil.
Dari kisah
diatas dapat kita fahami bahwa begitu besarnya peran dan tanggungjawab wanita
pada masa salafussalih, mereka tidak pernah berhenti memberikan kontribusi dari
apa yang mereka memiliki.
Secara umum
wanita memiliki peran dan tanggung jawab amat besar dan penting dalam berbagai
aspek kehidupannya; baik dalam kehidupan individu, keluarga (suami dan anak),
masyarakat sosial sebagai warga ditempat dirinya tinggal dan berdiam bersama
diri keluarganya, dan negara sebagai bagian dari anak bangsa, dan tempat
dirinya dan keluarganya bernaung.
Sebagaimana pula
wanita memiliki peran tanggung jawab khusus, yaitu sebagai pendidik dan pemberi
kontribusi kebaikan sosial, yang tanpanya, kehidupan tidak akan berjalan
semestinya. Sebab ia adalah pencetak generasi baru. Sekiranya di muka bumi ini
hanya dihuni oleh laki-laki, kehidupan mungkin sudah terhenti beribu-ribu abad
yang lalu. Oleh sebab itu, wanita tidak bisa diremehkan dan diabaikan, karena
dibalik semua keberhasilan dan kontinuitas kehidupan, di situ ada wanita.
0 komentar:
Posting Komentar