Dalam pengalaman politik di Indonesia performa partai yang paling prima citranya adalah PKS.
Bahkan Gubernur DKI (pada waktu itu) Sutiyoso
sempat berkelakar, “Demonstrasi PK dapat menjadi objek
pariwisata bagi DKI”. Sebuah
apresiasi dari seorang Gubernur yang sebenarnya pernah ditolak Laporan Pertanggung
Jawahan (LPJ)-nya oleh Fraksi PKS. PK membawa
suasana baru lewat kader-kader maupun
jurkamnya. Mungkin mereka banyak belajar dari pengalaman sebelumnya, di mana jurkam parpol bukan menggunakan kampanye
sebagai media pembelajaran politik rakyat, tetapi menggunakan kampanye untuk mengumbar janji-janji dan
slogan-slogan yang notabene pepesan kosong.
Untuk itu, PK menyiapkan jurkam yang umumnya para calon anggota legislatif (caleg). Jurkam itu,
diberi pelatihan dua hari serta pendidikan praktis kampanye massa,
kampanye tatap muka, serta debat pendapat yang dilakukan dengan
simulasi-simulasi.
Perspektif mobilisasi sumber daya (resources mobilization) dalam melihat teori gerakan sosial
dalam kasus PK yang
kemudian bertransformasi
menjadi PKS, menemukan
titik relevansinya. Meski demikian,
apa yang disebut oleh John D. McCarthy
dan Mayer N. Zald sebagai faktor financial atau materi dan teknologi bagi PKS, bukanlah sebuah faktor yang berdiri sendiri. Materi atau
financial atau teknologi hanyalah
sebuah sufficient condition setelah aspek sumber daya manusianya telah terpenuhi. Dan sejauh ini kiprah
mereka adalah berkonsentrasi pada
penyediaan human resources yang baik,
sehingga diharapkan, dengan sendirinya faktor materi atau financial dan teknologi akan mengikut di
belakang sumber daya manusia yang baik itu.[2]
Inilah yang menjadi agenda utama PKS selalu partai dakwah dan partai kader,
yaitu melakukan kaderisasi. Sehingga kegiatan
PKS bukanlah hal yang spontan dan
tidak terorganisasi dan peserta gerakan
sosial itu adalah manusia-manusia yang rasional.
Seperti sebelumnya dikatakan bahwa parpol modern akan bertanggung jawah atas platform yang telah disosialisasikan sebagai janji politik pada
masyarakat saat kampanye sebelum pemilihan
umum. Maka PKS memberikan
gambaran masa depan yang jelas, visi yang kokoh, dan platform yang terarah. Tanpa
visi, para pengurus, apalagi kader
bisa confuse, bingung
dan bertanya-tanya “kita hendak kemana?”
Jadi, dengan menetapkan visi ini dimiliki arah yang jelas, direction terhadap sasaran yang hendak diraih. Sebuah
perubahan yang diusung ke arah yang lebih baik dari masa sebelumnya. PKS tidak mengharuskan bahwa perubahan itu harus terjadi seketika, mesti
berubah seiring dengan bergantinya
pemerintahan ini.
PKS
ingin perubahan itu terjadi secara gradual,
secara bertahap, namun harus tertangkap adanya will, suatu keinginan dan tekad yang
kuat untuk berubah. Kita harus bangkitkan kembali optimisme masyarakat untuk menyongsong masa depan
yang lebih cerah. Sehingga rakyat punya harapan, punya hope, yang
kemudian mampu memberikan motivasi
tinggi bagi mereka.
Haruslah
disadari oleh seluruh jajaran pengurus dan
kader-kader PKS, bahwa bagi PKS berpolitik ini adalah dalam rangka ibadah, dan bahwa dalam ibadah yang paling
penting bukanlah hasil yang
didapatkan, melainkan adalah proses yang dijalani apakah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar