Senin, 20 Februari 2012

Wakil Bupati Non Aktif  Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Faqih Jarjani  setelah proses panjang akhirnya dieksekusi sesuai dengan hasil putusan pengadilan. Banyak hal yang ambigu dan terlihat sangat dipaksakan serta kental dengan nuansa politik dan kepentingan.
--------------------------
Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah. Faqih Jarjani
Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah. Faqih Jarjani

Ust. Faqih Jarjani ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi APBD Tahun 2001-2003 yang ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Juni 2010 dan terjerat kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negera sebesar Rp 2 miliar lebih, saat menjabat sebagai anggota Panitia Anggaran (Panggar) DPRD Hulu Sungai Tengah periode 1999-2004.
Secara substansi hukum  berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 sebenarnya DPRD berhak mengatur keuangannya sendiri. Dalam hal ini, yang dipersoalkan, adalah pos anggaran perjalanan dinas sebesar Rp 600.000/500.000 tanpa harus dipertanggungjawabkan, dan biaya penunjang kegiatan Rp 200.000/600.000.
Kebijakan tersebut di atas, menurut DPRD Hulu Sungai Tengah didasarkan pada Surat Keputusan Pimpinan DPRD saat itu. Para pimpinan DPRD tersebut sudah diproses secara hukum dengan hasil putusan divonis bebas di tingkat pertama dan divonis satu tahun penjara di tingkat kasasi.    Kemudian, kini Panitia Anggaran DPRD Hulu Sungai Tengah periode 1999-2005 turut ditetapkan sebagai tersangka, dan beberapa sudah divonis dan salah satunya adalah Ust. Faqih Jarjani.
Total tersangka dalam kasus ini ada 9 tersangka dari panggar yaitu  Drs Ahmad Yarni, H Kaspul Anwar Karie, H Juhrani, Abdul Chair DJ Z, M Nasaruddin, Soebli Ranajaya, H Mawardi Tarmum, Syahri Safrin, dan Faqih Jarjani.
Secara proses persidangan di PN, PT sampai MA kasus Ust. Faqih Jarjani sangatlah cepat, dan bahkan menurut saya super cepat, kalau dibandingkan dengan kasus-kasus yang lain. Hal ini terlihat dari proses hukum yang berjalan sebagai berikut :
Ditetapkan Kejari Barabai sebagai tersangka pada 9 Juni 2010.
25 November 2010 turun Putusan Pengadilan Negeri Barabai Tanggal 25 November 2010 Nomor 132/Pid.Sus/2010/PN.Brb. Dengan putusan menghukumnya selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan.
23 Maret 2011 turun Putusan di tingkat Banding Pengadilan Negeri Kalimantan Selatan Nomor 02/PID.SUS/2011/PT.BJM tanggal 23 Maret 2011, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Barabai
18 Juli 2011 melalui rapat musyawarah MA diputuskan bahwa kasasi ditolak dan MA menguatkan putusan PN dan PT.Namun tidak serta merta petikan putusan dan salinan putusan ini langsung sampai ke PN dan Kejaksaan Barabai, karena sesuai dengan KUHAP tanpa ada salinan putusan maka eksekusi tidak dapat dilaksanakan.
Dan akhirnya  salinan keputusan Mahkamah Agung Nomor 1054 K/Pid.Sus/2011 sampai ke Ust. Faqih Jarjani pada Kamis 2 Februari 2012  sore sekitar pukul 17.00 Wita.
7 Februari 2012 jam 16.20 Ust. Faqih Jarjani masuk ke Rutan menjalani masa tahanannya, sesuai dengan itikad baik beliau bahwa kalau salinan putusan sudah ada maka beliau siap dieksekusi, walaupun sebenarnya ada tersangka lain yang kabur buron, dan itupun sebenarnya bisa beliau lakukan.
Sembari menjalani hukuman, Ust Faqih Jarjani dan tim hukumnya masih tetap memperjuangkan keadilan secara legal formal melalui Peninjauan Kembali dan akan menghadirkan bukti baru (novum) untuk kasus ini.
Ust. Faqih bersama sahabat beliau ketika melepas beliau masuk rutan. Ust Faqih Korban Konspirasi Politik
Ust. Faqih bersama sahabat beliau ketika melepas beliau masuk rutan. Ust Faqih Korban Konspirasi Politik
Dari perjalanan kasus ini ada beberapa yang dianggap janggal dan terlihat sangat dipaksakan serta berbau rekayasa konspiratif, hal-hal itu antara lain adalah :
  1. Secara substansi hukum, Penetapan Ust. Faqih Jarjani sebagai tersangka tidak berdasar karena SK Pimpinan yang menetapkan anggaran perjalanan dinas dan biaya penunjang kegiatan ditetapkan dalam rapat internal Pimpinan DPRD yang tertutup, dan beliau juga menyatakan selama menjadi anggota DPRD Hulu Sungai Tengah tidak pernah melakukan perjalanan dinas fiktif.
  2. Kasus korupsi yang penyidikannya didasarkan pada PP Nomor 110 Tahun 2000 sebenarnya sudah tidak layak dipidanakan. Sebab sudah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 04/G/HUM/2001 tanggal 9 September 2002.
  3. Kalaupun ada kesalahan, maka kasus ini adalah kesalahan administratif  belaka dan tidak akan menyentuh masalah pidana korupsi.
  4. Menguaknya kasus ini sangat kental dengan nuansa politik, yaitu pada tahun 2010 yang juga pada saat itu berlangsung Pilkada 2010 yang salah satu calon Wakil Bupati adalah Ust. Faqih Jarjani. Tentunya banyak lawan politik yang besar harapannya bisa menjegal pasangan Ust Faqih Jarjani sehingga tidak bisa ikut Pilkada dengan kasus ini, atau tidak bisa dilantik atau juga minimal tidak bertahan selama 5 tahun dalam jabatan Wakil Bupati. Bahkan ada salah satu aparat penegak hukum (tidak perlu disebutkan apakah polisi, kehakiman atau dari kejaksaan) yang mengatakan bahwa : "kalau ust Faqih tidak mencalonkan diri dalam Pilkada kemarin, maka tidak akan seperti ini ceritanya"
  5. Proses hukum yang sangat cepat, bahkan saya katakan "super cepat"  karena hanya dengan waktu 19 bulan, mulai jadi tersangka sampai turunnya salinan putusan MA (9 Juni 2010 - 2 Februari 2012). Kalau dengar candaan kawan hukum waktu kuliah, "proses hukum itu sesuai pesanan, mau dicepatkan atau dilambatkan" Lalu siapa yang memesan ?.
  6. Kejaksaan Barabai ngotot mau mengeksekusi Ust Faqih Jarjani hanya dengan modal petikan putusan, tidak disertai dengan salinan putusan. Walupun akhirnya tertunda, JPU mengabulkan permohonan Ust Faqih Jarjani yang minta ada salinan resmi sebagai bahan baru untuk mengajukan PK dan dasar untuk menahan seseorang sesuai dengan KUHAP. Ngebet banget ya . . Kejaksaan ada apa gerangan . . ?
  7. Adanya putusan yang berbeda dengan terdakwa yang lain, padahal korupsi yang didakwakan adalah korupsi berjama'ah. Dengan perkara dan berkas kasus sama dengan Ust. Faqih Jarjani, Putusan MA di tingkat kasasi justru berbeda untuk berkas terdakwa Mawardi Tarmum dan Syahri Safrin. Keduanya dinyatakan bersalah melakukan korupsi berjamaah. Namun dalam eksekusinya, Mawardi Tarmum lebih beruntung, dia hanya menjalani masa percobaan selama 1 tahun. Sedangkan hukuman kurungan berlaku bagi Syahri Safri selama 1 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan. Mengutip  putusan MA, Syahri Safrin kembali membayar uang pengganti Rp 60 juta lebih dalam waktu 1 bulan. Jika tidak bisa mengganti, dia harus menambah masa hukuman selama 6 bulan penjara. Akibat putusan berbeda itu, Mawardi Tarmum hanya dihukum percobaan, sedangkan Syahri Safrin masih melarikan diri dan hingga kini masih melarikan diri.
  8. Nuansa politik sekali lagi sangat kentara, karena dengan adanya putusan MA, dan nantinya putusan PK (yang kita  masih belum tahu putusannya) maka posisi Wakil Bupati akan mengalami kekosongan, maka sesuia dengan UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kekosongan ini dapat diisi kembali. Dan tentunya dengan proses politik kembali . . . Siapa yang akan bermain dan mengambil keuntungan ?
Ust. Faqih Jarjani merupakan salah satu kader terbaik Partai Keadilan Sejahtera Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, tentunya ini menjadi pelajaran dan cobaan bagi beliau dan juga PKS. Kasus ini selarus dengan kasus-kasus terbaru yang lain tentang masalah keadilan dan penegakan hukum.

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!